Saturday, August 23, 2014

Forgotten Past 2/2


AUTHOR : SILVIANA VIORENZA

GENRE : FANTASY, ROMANCE

MAIN CAST : CHO KYU HYUN

LENGTH : TWO SHOTS

RATING : ALL AGES

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 Jadi selama 4 hari, aku tertidur dan bermimpi tentang seorang wanita berasama seorang anak laki-laki?

Aku mencoba mengingat percakapan demi percakapan yang kumimpikan. Kalau tidak salah, nama anak laki-laki itu Jun-ee dan wanita berambut coklat keemasan itu adalah ibu dari Jun-ee. Juga ada seorang lelaki yang berbaring tak sadarkan diri di dalam ruangan itu.

Wajahnya,wajahnya aku benar-benar tak ingat.

Yang aku ingat, mereka memanggilnya 'Appa'.

"Kyu, gwaenchanha?" tanyanya.

Aku mengangguk pelan.

Pria itu, aku seperti mengenalnya.

Namanya,

"Kyuhyun." ia menghadiahkanku sebuah tatapan aneh setelah kuucapkan sebuah nama yang tidak lain adalah namaku sendiri.

Kini aku mengerti. Semuanya telah jelas sekarang.

Aku dan Jin Hee tidak ditakdirkan untuk bersama.

Dua hari kemudian

Selama dua hari ini, aku terus berpikir. Apakah aku dapat menjalani hidupku dengan baik tanpa Jin Hee? Dapatkah aku melihatnya lagi?

Jin Hee obseosumyeon, nan eottoke sarra?

"Kyu, dua hari ini kau tidak sama seperti Cho Kyu Hyun yang kukenal." ia meletakkan secangkir teh hangat dan sepiring penuh buah strawberry diantara kami.

Bahkan strawberry dan teh hangat pun ingin memisahkan kami.

"Jin Hee ya." ucapku

Ia menatapku dengan ditemani secangkir teh hangat yang tengah digenggamnya saat ini. Kuletakkan teh hangat tersebut diatas permukaan lantai. Tak lupa, kusingkirkan semua benda yang berada diantara kami. Hingga kini, tak ada lagi yang dapat memisahkan kami.

Kuraih kedua pundak mungilnya. Dan untuk yang terakhir kalinya menikmati aroma buah-buahan segar dari tubuhnya.

"Neomu Yeoppo Jin Hee ya." ucapku.

Kutaukan bibirku dengan bibirnya, kecupan selamat tinggal untuk wanita yang sangat kucintai.

Jika memang ini hanyalah sebuah mimpi.

Jika memang ada yang menungguku untuk kembali di dunia nyata.

Aku bersedia untuk kembali.

Choi Jin Hee'spoint of view

Permukaan bibir kami saling bersentuhan. Ia menautkan bibir tebalnya dengan bibirku.

Dan di detik berikutnya, ia menghilang.

"Kyu?" ucapku.

Ia menghilang. Secepat angin berhembus, ia menghilang.

"Kyu, aku tau kau sedang bersembunyi." seketika aku panik.

Aku berlari tak beraturan. Dengan kaki telanjang, aku berlari tanpa arah.

Ini pasti salah satu dari sekian banyak leluconnya. Ia tidak mungkin meninggalkanku sendirian disini.

"Kyu! Cho Kyu!" teriakku.

Takut. Aku benar-benar takut.

Aku terlalu mencintainya. Aku rela diabaikan, selama ia tetap disisiku, selama aku dapat melihatnya saat aku terbangun dari tidur lelapku, selama aku dapat mendengar cerita-cerita singkatnya.

Tetapi sekarang, ia menghilang.

"Anniya, ini pasti mimpi."

"Kau sedang bersembunyi bukan, Kyu?"

"Ini mimpi bukan, Kyu?"

"Jawab aku!"

"Kyu!"

"Cho Kyu Hyun!"

"Kajima! Jebal kajima!"

Air mata membasahi kedua pipiku. Ini terlalu menyakitkan untukku. Aku tak sanggup jika harus kehilangan dirinya.

"Kyu, jika kau tidak keluar sekarang aku akan." aku berpikir sejenak.

Kuarahkan pandanganku ke seluruh sudut ruangan, mencari alat yang dapat mendukung aksi yang akan kulakukan. Hingga akhirnya kutemukan sebilah pisau kecil dengan ujung yang sangat runcing.

"Aku akan mengakhiri hidupku."

"Aku serius Kyu!"

"Aku hitung sampai tiga dan jika kau tidak muncul, aku akan benar-benar melakukannya!"

"Satu."

"Dua."

"Kyu, aku serius dengan semua yang kuucapkan!"

"Baiklah jika ini yang kau mau, Kyu."

Selamat tinggal Cho Kyu Hyun.

Annyeong, nae saranghaneun saram.

08 Juni 2014

Rumah Sakit Baek Hak

No one's point of view

Setelah selama 14 hari Cho Kyu Hyun tertidur, ia akhrinya kembai membuka matanya. Cho Jun Ki yang merupakan anak laki-laki satu-satunya sangat bahagia, begitu juga dengan istrinya-Nami Park.

"Appa!" Teriak Cho Jun Ki gembira.

Disisi lain, seorang wanita bernama Choi Jin Hee yang juga telah tertidur selama 14 hari, terbangun.
Seorang pria yang menyandang status sebagai tunangannya, memeluk dirinya sesaat setelah ia terbangun.

"Gomawo Jin Hee ya. Terima kasih sudah bangun." ucap pria bermarga Lee tersebut, Lee Hyuk Jae.

Cho Kyu Hyun's point of view

"Appa! Jun-ee dapat nilai 80 di ujian matematika."

"Jun-ee juga minta maaf dua hari yang lalu Jun-ee tidak datang."

"Jun-ee janji jadi anak yang baik."

"Jun-ee sayang appa!"

Jun-ee berlari memelukku, mengutarakan semua isi hatinya. Aku begitu merindukannya.

"Appa-ddo. Appa sangat sayang sama Jun-ee." ucapkku.

Aku membalas pelukkan malaikat kecilku sembari mengingat  kejadian terakhir sebelum aku berakhir di rumah sakit.

26 Mei 2014

Cho Kyu Hyun's point of view

"Hari ini Woo Hyun hyung akan bermalam disini, apa kau tidak keberatan?" tanyaku.

Ia menggelengkan kepalanya, menandakan ia baik-baik saja jika Woo Hyun hyung bermalam disini. Di detik berikutnya, terdengar suara bel berbunyi. Dengan langkah santai, aku dan Nami berjalan menuju pintu. Dan ternyata, itu Woo Hyun hyung.

"Oraenmanida, dongsaeng-ah!" sapanya.

"Jaljineseo Nami Park?" ia menatap wanita yang kini telah resmi menjadi istriku.

Nami tak berniat untuk membalas sapaan Woo Hyun hyung. Ia memalingkan wajahnya kearahku, menatapku dengan tatapan meminta tolong.

"Masuklah dulu hyung." ucapku.

"Piryeo eobseo. Aku tidak jadi bermalam disini. Aku hanya datang untuk menyapa kalian. Lagipula kehadiranku tidak diinginkan disini. Annyeong!" dengan senyum kemenangan diwajahnya, ia berjalan pergi meninggalkan kami berdua beserta pintu yang terbuka.

"Kyu Hyun-ssi, mianhae!"

"Mianhae. Karena aku, kau harus menjalani sisa hidupmu bersama wanita yang tidak kau cintai."

"Kau tidak seharusnya menanggung kesalahan hyungmu!"

"Yang merenggut keperawananku adalah hyungmu. Kau tidak bersalah."

"Mianhae. semuanya karena aku. Jeongmal mianhae."

Perasaan yang selama ini dipendamnya, akhirnya dikeluarkannya. Air matanya menerobos pertahanan yang telah dibangunnya dengan susah payah. Ia sudah tidak sanggup lagi untuk menyimpan semua kepedihannya.

"Gwaenchanha. Aku akan menjemput Jun-ee disekolah, tenangkanlah pikiranmu dirumah." ucapku.

Aku pun melajukan mobil sport hitamku menuju sekolah Jun-ee.

Lampu merah di perempatan jalan Gangnam telah berubah menjadi hijau. Dengan kecepatan maksimum, aku pun melajukan mobil kesayanganku melewati mobil-mobil lainnya.

Selama sekitar 10 menit, aku melaju tanpa dihentikan oleh lampu lalu lintas. Hingga di pertigaan jalan cheondamdong tampak sebuah lampu lalu lintas yang menunjukkan warna kuning, kunaikkan kecepatan laju mobilku dan sebuah kecelakaan terjadi.

Seorang wanita yang tengah mengejar goden retriever, berlari ke tengah jalan saat lampu lalu lintas masih menunjukkan warna kuningnya. Refleks, kuputar arah haluan mobilku ke arah lain sehingga menabrak sebuah toko buku yang berada di pinggir jalan. Dan wanita beserta anjingnya tertabrak oleh mobil lain yang berada di belakangku.

08 Juni 2014

Cho Kyu Hyun's point of view

"Dimana wanita itu?" tanyaku.

Nami mengerutkan dahinya. Sepertinya ia tidak mengerti maksud dari pertanyaanku.

"Jaga Jun-ee. Aku akan keluar sebentar." ucapku.

Kubawa kedua kakiku keluar dari ruangan yang tidak lebih besar dari ruang sauna umum. Kutelusuri lorong demi lorong di dalam rumah sakit ini. Satu per satu kamar telah kudatangi, hanya untuk mencari wanita itu.

Sebenarnya, aku sama sekali tidak berasalah dalam kasus kecelakaan ini bahkan aku-lah korbannya.  Tetapi entah mengapa, aku merasa bersalah terhadap wanita itu. Setidaknya, aku harus memastikan bahwa keadaannya baik-baik saja.

"Tuan, siapa yang anda cari?" Tanya salah seorang suster yang berjaga di rumah sakit ini.

"14 hari yang lalu, ada seorang wanita yang mengalami kecelakaan lalu lintas di pertigaan jalan cheondamdong. Apa dia dirawat dirumah sakit ini?"

"Ne. Nona itu dirawat di ruangan 30. Jika anda berjalan lurus dan berbelok ke arah kanan setelah lorong kedua dari sini, maka anda akan menemukan ruangan itu."

"Gamsahamnida."

Aku berjalan mengikuti petunjuk yag diberikan oleh sang suster.

Entah mengapa, ada sedikit kegugupan di dalam hatiku. Haruskah aku menjenguknya?

Come on Cho Kyu Hyun, hanya menjenguk wanita yang tidak kau kenal saja harus gugup?

Choi Jin Hee's point of view

Seorang pria  berkulit putih puvat memasuki ruangan yang kutempati saat ini tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia mengenakan baju pasien sama sepertiku.

"Nuguseyo?" tanyaku.

Di ruangan ini hanya tinggal kami berdua-aku dan seorang pria yang tidak kukenal, karena kebetulan Hyuk Jae oppa pergi membeli buah.

"Cho Kyu Hyun imnida. Kita terlibat kecelakaan yang sama." ucapnya.

Ia duduk disamping ranjangku. Kedua manik matanya tampak bersinar seperti bintang di malam hari. Mata yang indah.

"Siapa namamu?"

"Choi Jin Hee."

"Apakah kau baik-baik saja?"

"Ne."

"Bekas luka dikepalamu, apa itu karena kecelakaan?"

"Anni. Sewaktu kecil, aku mengalami kecelakaan. Akibatnya, aku tak dapat mengingat masa kecilku dan bekas luka ini."

"Begitukah? Aku juga sama. yeogi, dikepalaku juga ada bekas luka." ia menunjukkan bekas luka yang tertutupi oleh poninya.

"karena kecelakaan?"

"Ne, sewaktu aku kecil. Akibatnya, aku tidak dapat mengingat masa kecilku dan bekas luka ini."

Ia mengakhiri kalimatnya dengan sesimpul senyuman. Dan didetik berikutnya, suara tawa memenuhi ruangan ini.

Untuk pertama kalinya sejak terbangun dari tidur panjangku, aku tertawa.

"Golden retriever yang kau kejar itu, milikmu?"

"Sebenarnya itu bukan milikku. Sewaktu aku mengalami kecelakaan di saat aku kecil, orang tuaku menemukannya tergeletak disampingku dan sejak saat itu, dia menjadi milikku."

"Namanya?"

"Byeol seperti yang terukirkan di tag namanya."

"Byeol-ee baik-baik saja?"

"Dia telah pergi."

"Ah, jeosonghamnida."

"Gwaenchanseumnida."

"Kalau begitu, lebih baik aku kembali ke kamarku mengingat kondisimu yang belum begitu baik. Senang berkenalan denganmu Jin Hee-ssi."

Ia melangkah pergi hingga akhirnya menghilang dibalik pintu. Kini, hanya tersisa diriku seorang diri di dalam ruangan yang cukup luas ini.

Cho Kyu Hyun.

Terasa tidak asing di telingaku. Apa mungkin sewaktu kecil dulu aku mempunyai teman yang bernama sama?

Senang bertemu dengannya.

Bertemu dengannya, seperti bertemu dengan teman masa kecil yang tidak dapat kuingat.

Cho Kyu Hyun's point of view

Aku mengingatnya, semua tentang dirinya.

Masa kecil yang terlupakan, 14 hari yang kuhabiskan bersamanya, aku mengingatnya.

Choi Jin Hee.

Apa aku sanggup melupakan nama itu?

Jin Hee ya, aku sudah berjanji padamu akan menjadi matahari di dunia nyatamu.

Maka biarlah hanya aku  yang mengingat dirimu.

Cho Kyu Hyun.

Nama itu, biarlah hanya menjadi mimpi buruk di dunia nyatamu.

Aku berjanji akan meninggalkanmu.

Yeongwonhi.


03 April 2001

No one's point of view

Dua orang anak kecil yang telah berteman cukup lama-sekitar 5 tahun lamanya, mengunjungi sebuah rumah kecil di tepi sungai yang terletak tak jauh dari rumah dimana mereka tinggal. Rumah kecil itu terbuat dari kardus-kardus yang disusun sedemikian rapinya.

Pada salah satu kardus yang merupakan bahan dasar penyusun rumah kecil itu, tertulis sebuah kalimat 'ChoKyuHyun ChoiJinHee ByeolEe's house'.

Byeol merupakan nama dari seekor anjing berjenis golden retriever yang mereka temukan 1 tahun yang lalu. Sejak saat itu, mereka menamainya Byeol dan pertemanan pun tercipta diantara ketiga mahluk hidup yang berbeda sepsies itu.

Tak ada seorang pun yang tahu tentang pertemanan mereka dan rumah kecil itu, termasuk kedua orang tua mereka. Hingga saat ini, mereka tetap merahasiakan tentang Byeol-ee dan pertemanan mereka.

"Kyu, ayo bermain diluar!"

"Ne. Byeol-ee juga pasti ingin bermain."

Mereka bermain disekitar sungai yang jarang dikunjungi penduduk. Mereka terus bermain tanpa mempedulikan langit yang semakin gelap.

Tawa kebahagian terdengar disepanjang sungai, mengiringi ikan-ikan kecil yang tengah bermigrasi. Mereka sangat bahagia.

Hingga akhirnya  tawa mereka berubah menjadi tangisan ketika Jin Hee terpeleset terbawa arus sungai dan Byeol-ee ikut menyusul Jin Hee.

Kini, hanya tinggal Kyu Hyun seorang diri. Ia panik. Ia tidak tahu harus melakukan apa.

Hanya satu hal yang terlintas di dalam benak bocah berumur 13 tahun itu, yaitu mengikuti jejak teman-temannya.

Untungnya, penduduk yang tinggal tak jauh dari tepi seungai berhasil menyelamatkan nyawa mereka dan memulangkan mereka kepada orang tua mereka masing-masing.

Semenjak kejadian itu, mereka kehilangan masa kecil mereka.

Terbangun dengan selang infus di tubuh mereka menjadi hal pertama yang mereka ingat.

Dan kini, rumah kecil itu kehilangan kehangatannya.

03 April 2001


Konon, ketika seseorang mengalami koma, arwah mereka tidak berada di dalam tubuhnya. Melainkan, arwah mereka akan memasuki sebuah dunia diantara dunia nyata dan dunia mimpi.
-END-


































Friday, August 22, 2014

Forgotten Past 1/2




 AUTHOR : SILVIANAVIORENZA

GENRE : FANTASY, ROMANCE

MAIN CAST : CHO KYUHYUN

LENGTH : TWO SHOTS

RATING : ALL AGES


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------



Cho Kyu Hyun's point of view
 
Seberkas cahaya terang kudapati, sesaat setelah kedua kelopak mataku terbuka dengan sempurnanya. Kuarahkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan kecil berbahan dasar kayu-lah yang tengah kutempati saat ini. 

Aku tengah berbaring diatas tumpukkan jerami dengan ditemani seekor golden retriever. Kalung yang melilit di lehernya berukirkan sebuah nama, Byeol.
"Byeol-ee?" ucapku.
Byeol terbangun, tepat setelah namanya secara tidak sengaja terucap olehku. Di detik berikutnya, ia menjilat seluruh permukaan kulit wajahku. Dan tanpa kusadari, bibirku menarik kedua ujungnya, membentuk sebuah senyuman.
Dapat kusimpulkan, aku benar benar menyukai Byeol-ee.
"Kau sudah bangun?" suara tinggi nan lembut tertangkap oleh gendang telingaku.
Aku menoleh, mencoba untuk mencari sumber dari suara tersebut. Dan ternyata, seorang wanita bermata bulat dengan manik mata menyerupai kacang almond-lah yang merupakan sumber dari suara tersebut.
Dengan sebuah keranjang yang berisikan buah-buah berwarna cerah, ia berjalan kearahku.
"Choi Jin Hee imnida. Bangapseumnida." ia menjulurkan tangannya sembari memamerkan kedua lesung pipitnya.
Ia tersenyum kearahku. Dan bersamaan dengan itu, waktu berhenti. Angin musim semi berhembus di dalam hati seorang Cho Kyu Hyun saat kedua bibir merah itu menampakkan keramahannya. Ia terlalu sempurna.
Kedua manik mata hitamnya tertuju kepadaku. Tangan kanannya tengah menanti sambutan pertemanan dari tangan kananku. Tetapi apa daya, aku telah tesihir oleh kesempurnaannya, hingga aku lupa caranya untuk menggerakkan tanganku.
"Kyu Hyun. Cho Kyu Hyun." ucapku gugup.
Tanpa menyambut permintaan pertemanan yang diajukan oleh tangan kanannya, aku membalas salam perkenalannya. Diletakkannya keranjang rotan berisi buah-buah segar tepat disampingku. Dan di detik berikutnya, ia memposisikan dirinya disamping keranjang buah yang baru saja mendarat di atas permukaan lantai kayu.
"Apa kau mengingat sesuatu tentang dirimu selain nama dan umurmu, Kyu Hyun-ssi?" suaranya kembali memecah kesunyian diantara kami.
Namaku Cho Kyu Hyun. Aku berumur 26 tahun. 
Dimana aku tinggal. Dimana aku bekerja. Kapan aku lahir. Siapa nama kedua orangtuaku. Apa aku sudah menikah. Hari ini tanggal berapa. Tahun ini tahun berapa. Aku tak dapat mengingatnya.
Jika ini amnesia, bukankah aku seharusnya tak dapat mengingat namaku?
"Aku telah mengelilingi lingkungan disekitar rumah kayu ini dan hasilnya, tidak ada orang." sambungnya.
Kembali kebingungan menghampiriku. Ini semua sungguh membingungkan, ditambah lagi menghilangnya semua ingatanku. Bahkan alasan mengapa aku bisa berada di tempat ini, bersama seorang wanita yang entah siapa pun aku tidak tahu.
"Dapat kusimpulkan, kita terdampar di suatu tempat yang tidak berpenghuni tanpa ada satupun ingatan yang tertinggal di otak kita." dan bersamaan dengan ucapannya, sebuah pertanyaan muncul.
 
Apakah kami sudah mati?
 
Choi Jin Hee's point of view
 
Aku terbangun dengan seorang lelaki berwajah malaikat disampingku. Aku tak dapat mengingat hal lain selain nama dan umurku, tidak ada orang lain selain kami-aku, Kyu Hyun-ssi, dan Byeol-ee di tempat ini, lalu, apakah mungkin kami sudah mati dan ini adalah surga? Jika iya, mengapa hanya ada kami bertiga?
"Neverland." ucapnya ragu.
Dahinya yang membentuk kerutan-kerutan halus menunjukkan bahwa otaknya tengah bekerja. Raut wajahnya menggambarkan keseriusan. Ia terlihat seperti seorang kakek tua yang mengkhawatirkan kehidupan anak-anaknya.
"Ada sebuah film yang kuingat, judulnya Peterpan. Mereka berada di Neverland dan tidak pernah tumbuh dewasa. Apa mungkin ini Neverland?" sambungnya.
Setelah sedari tadi mengunci rapat -rapat kedua bibirnya, akhirnya ia pun memperdengarkan suara bass-nya. Ia mengeluarkan pendapatnya.
"Kita bukanlah anak kecil. Dengan kata lain, tempat ini bukan Neverland." rasa tidak setuju atas pendapatnya kutunjukkan dalam sebuah kalimat singkat, tanpa memikirkan perasaannya yang sedari tadi telah berpikir keras untuk mengutarakannya.
Ia mengangguk membenarkan ucapanku. Dan di detik berikutnya, ia menghela nafas. Direntangkannya kedua kaki jenjang yang sedari tadi ditekuknya. Ia menyerah, menyerah untuk memecahkan misteri dibalik semua ini.
"Jin Hee-ssi, sepertinya kita harus hidup bersama dalam jangka waktu yang panjang." ucapnya.
Aku tertegun. Hidup bersama dengan seorang lelaki, bukankah sama saja dengan hidup sebagai sepasang suami-istri? 

Satu minggu kemudian
 
Cho Kyu Hyun's point of view
 
Enam ratus empat ribu delapan ratus detik telah berlalu, dan selama itu juga kami selalu bersama. Memetik buah bersama, bermain bersama dengan Byeol-ee, melihat bintang di malam hari bersama, bahkan mengakhiri hari bersama di atas tumpukkan jerami.
"Ya, Cho Kyu! Cepat keluar!" terdengar teriakkan kecilnya yang tengah memanggilku.
Kuhentikan semua aktivitas yang tengah kulakukan saat ini dan berlari menghampirinya. Ia menatapku dengan penuh takjub, sesaat setelah aku berdiri disampingnya. Sepasang mata indahnya tak mampu untuk berkedip. Salju pertama di tahun ini telah berhasil memukau wanita berpikiran sederhana yang saat ini tengah menjulurkan tangannya, menikmati lembutnya butiran salju yang menjamah permukaan kulitnya.
"Kau tahu Kyu, terkadang di malam hari saat kau terlelap, aku tetap terjaga dan berpikir. Siapa diriku? Apa pekerjaanku? Apakah aku sudah berkeluarga? Jika sudah, berapa anakku? Tetapi kemudian, pikiran lain muncul di dalam benakku. Bagaimana jika di dalam masa lalu yang tidak kuketahui, tidak ada dirimu? Apakah aku akan sebahagia ini?" gumamnya.
Aku tertegun. Apakah maksud dari ucapannya adalah tidak bisa hidup tanpaku?
"Saranghae Cho Kyu." ucapnya.
Untuk kesekian kalinya, aku kembali tertegun. Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa dan berbuat apa.  Haruskah aku memeluknya dan membalas perasaannya? Atau menolaknya dan berjalan pergi?
Bukan aku tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Tetapi dunia tempat kami berada saat ini, apakah nyata? benarkah ini bukan mimpi?
"Sudahlah, lupakan saja. Aku akan mencari beberapa buah untuk makan malam." ia berjalan pergi meninggalkanku sendiri disini.
Dua hari yang lalu, aku bermimpi hal aneh. Di dalam mimpi itu, seorang wanita berambut coklat keemasan menggandeng tangan mungil seorang anak laki-laki, berjalan memasuki sebuah ruangan bernuansa putih, dimana aku melihat diriku sendiri tengah berbaring tak sadarkan diri.
"Appa, bogoshipeo!"
"Appa, cepat bangun. Jun-ee punya banyak mainan baru buat dimainkan bersama."
"Kyu Hyun-ssi, kami menunggumu. Cepatlah kembali."
"Jun-ee sayang appa."
Percakapan itu terus menghantui benakku.
Jun-ee, siapa anak laki-laki itu? Apakah dia anakku? Apakah mimpi itu adalah dunia nyata yang tengah menantiku untuk kembali?
 
Choi Jin Hee's point of view
 
Ia terdiam. Ia tidak membalas perasaanku. Mungkin memang aku-lah yang bodoh, aku-lah yang terlalu percaya diri. Pria sesempurna dirinya mana mungkin menyerahkan hatinya untukku.
Sudahlah, lagipula cinta ini hanyalah cinta bertepuk sebelah tangan. Yang dapat kulakukan saat ini hanya-lah memendamnya, menguburnya jauh di dalam sana hingga suatu hari nanti, cinta yang baru tumbuh.

Hingga saat itu tiba.
 
Malam hari
 
Sang mentari telah meninggalkan singgasananya. Dengan angkuhnya, sang rembulan menampakkan wujudnya. Angin malam menambah keangkuhan malam yang diciptakan sang rembulan. Beruntung, api unggun buatan satu-satunya lelaki di tempat ini cukup hangat.

"Jin Hee-ya, untuk yang tadi..." "Gwaenchanha. Lupakan saja." potongku.

Suasana canggung seperti ini benar-benar membuatku risih. Jika saja aku dapat membungkam bibirku, maka akan kulakukan sebelum bibir ini mengucapkan kata cinta.

"Konon." ucapnya.

Suara bass-nya meramaikan kesunyiaan yang tercipta diantara kami-aku, Kyu Hyun, dan Byeol-ee. Ia terdiam tanpa melanjutkan perkataannya selama beberapa detik, hingga akhirnya suara nya terdengar kembali.

"Bulan dan matahari adalah sepasang kekasih."

Ia kembali mengunci bibirnya, takut persediaan oksigen di dalam paru-paru nya tidak cukup hingga esok hari. Di detik berikutnya, ia menatap langit. Tatapan matanya tertuju kepada sang rembulan. Seorang Cho Kyu Hyun telah terpikat oleh pesona sang rembulan.

"Matahari begitu mencintai bulan bahkan ia rela mati di malam hari hanya untuk membiarkan bulan hidup." ia pun mengakhiri cerita singkatnya.

Untuk kesekian kalinya, aku terpesona. Leluconnya, cerita-cerita singkat yang sering diceritakannya, hingga dongeng tentang peri-peri bersayap-nya selalu membuatku terpesona. Dan jika suatu hari nanti aku harus berpisah dengannya ataupun suatu hari nanti aku harus melupakannya, semua kenangan ini takkan terlupakan. Aku akan selalu mengingatnya, selalu.

"Sebesar itulah aku mencintaimu." ucapnya.

DEG!

Aku tertegun. Kutatap kedua manik matanya, berusaha mencari kebohongan yang mungkin saja bersembunyi dibalik kedua bulatan hitam pekat itu.

"Aku bercanda babo! Jangan terlalu serius." tawa khasnya mengiringi kepergiannya.

Choi Jin Hee, kau benar-benar bodoh! Ini hanyalah salah satu dari lelucon-leluconnya, ia memang tidak pernah serius bukan?

"Percaya padaku Kyu, ini lelucon terindah yang pernah kau berikan untukku." gumamku.

Rasa sakit ini, biarlah aku yang merasakannya. Biarlah aku yang menjadi matahari dibalik senyumanmu, Kyu. Karna kaulah bulan dibalik senyumanku

Cho Kyu Hyun's point of view

"Aku rela tersakiti hanya untuk membuatmu bahagia. Dunia ini bukanlah dunia yang selama ini kita pikirkan."  cairan bening membasahhi pipiku seiring dengan terucapnya kata demi kata.

Ini bukanlah dunia dimana manusia tinggal. Aku tidak tau dunia apa ini, tetapi ini bukanlah dunia nyata. Jika aku membalas perasaanmu, maka ketika kau terbangun nanti hanya rasa sakit yang akan kaurasakan.

Cukup hanya aku.  
Biarlah aku yang tersakiti.  
Biarlah aku menjadi bulan di mimpimu agar aku dapat menjadi matahari di nyatamu.

Hari selanjutnya

"Appa lihat, Jun-ee dapat 80 di ujian matematika!"

"Semalam Jun-ee belajar keras untuk ujian matematika-nya, Kyu Hyun-ssi."

"Appa, Jun-ee sudah dapat nilai bagus. Appa masih belum mau bangun?"

"Jun-ee ya, uljima. Appa sangat lelah karena bekerja terus-menerus, biarkan appa tidur lebih lama, eo?"

"Tapi Jun-ee mau main sama appa!"

"Sebentar lagi, biarkan appa tidur sebentar lagi dan setelah itu, appa pasti akan bangun untuk bermain bersama Jun-ee."

"Arraseo emma."

Hari selanjutnya

"Kyu ,apakah terdengar aneh bagimu saat aku memanggilmu 'Kyu' ?"

"Aku tahu selama ini kau tidak pernah mencintaiku, walaupun kau tidak pernah menunjukkannya. Pernikahan ini terjadi karena rasa bersalahmu, karena rasa kasihanmu."

"Jika karena kau tidak ingin menghabiskan sisa hidupmu bersamaku kau menutup matamu, maka aku berjanji, jika kau membuka matamu kembali aku akan pergi dari hidupmu."

"Untuk selamanya Kyu."

"Bukalah matamu, kumohon!"

"Sungguh, aku tak bisa hidup tanpamu."

"Aku benar-benar merindukanmu Kyu, sangat merindukanmu."

"Kau ingat sewaktu kau meminta maaf atas kesalahan hyung-mu? Bukankah saat itu kau berjanji akan bertanggung jawab untuk menjagaku? Bagaimana kau bisa menjagaku jika matamu tertutup, Kyu?"

"Besok aku akan datang lagi, begitu juga dengan minggu depan, bulan depan, bahkan tahun depan. Aku akan tetap menemanimu disini."

"Cepatlah bangun, Kyu."

"Aku mohon."

Hari selanjutnya

"Jun-ee, jangan lari-lari! Nanti jatuh!"

"Appa! Appa!"

"Appa lihat, besok  Jun-ee nyanyi sama teman-teman disekolah."

"Appa harus datang yah! Ada 2 tempat, satu buat eomma, satu buat appa."

"Jun-ee tunggu appa besok! Appa harus dengar Jun-ee nyanyi!"

"Coba Jun-ee nyanyikan untuk appa."

"Anniya eomma. Jun-ee malu, besok appa juga akan dengar."

"Sedikit saja, eo? Eomma mau dengar."

"Arraseo eomma.  Sedikit saja ya?"

"Ne, Jun-ee."

"Twinkle twinkle little star.
  How I wonder what you are."

"Hanya itu saja?"

"Ne. Biar besok waktu appa datang, appa tidak bosan dengarnya."

"Kalau begitu, hari ini Jun-ee nyanyi sama eomma. Eotte?"

"Setelah nyanyi, appa bisa bangun?"

"Keuromnyo. Appa pasti bangun."

"Jinjja? Ayo nyanyi eomma!"

"Ne. Satu, dua, tiga."

"Twinkle twinkle little star,
  How I wonder what you are,
  Up above the world so high,
  Like a diamond in the sky,
  Twinkle twinkle little star,
  How I wonder what you are."

Hari selanjutnya

"Hari ini Jun-ee tidak datang"

"Appa jahat, tidak menepati janji. Itu katanya."

"Jun-ee sangat berharap kau akan datang untuk melihatnya bernyanyi."

"Suaranya sangat indah, mirip denganmu."

"Kau tahu Kyu Hyun-ssi? Jun-ee begitu merindukanmu."

"Appa yang selalu dibanggakannya, kini tak lagi dapat menemaninya."

"Ia sangat terpukul."

"Dimana-pun kau berada saat ini. Entah sedang berbahagia di dunia lain ataupun sedang menikmati hari-hari tanpa diriku, kembalilah. Kumohon."

"Kembalilah."

"Demi Jun-ee."

Hari selanjutnya

Cho Kyu Hyun's point of view

Seberkas cahaya putih menyinari kedua kelopak mataku yang masih tertutup sempurna. Dengan kesadaran yang sangat minim, kubuka kedua mataku, perlahan. Kudapati seorang wanita berambut hitam pekat tengah tertidur sembari menggenggam tangan kananku. Di detik berikutnya, otakku memutar beberapa adegan percakapan. Ada seorang wanita dan seorang anak laki-laki berumur sekitar 6 tahun-an. Percakapan itu sangat nyata untuk dikatakan sebagai mimpi. Aku bahkan masih mengingat setiap kata yang terucap dari bibir mereka.

"Kyu, kau sudah bangun?" ucapnya sesaat setelah ia terbangun dan mendapati diriku yang telah terlebih dahulu bangun. "Bangun? Bukankah setelah tidur memang harus bangun?" tanyaku. "Kau tertidur selama 4 hari, Cho Kyu. Semenjak malam itu, kau tertidur seperti sleeping beauty."

Aku tertegun.

Jadi selama 4 hari, aku tertidur dan bermimpi tentang seorang wanita berasama seorang anak laki-laki?

Aku mencoba mengingat percakapan demi percakapan yang kumimpikan. Kalau tidak salah, nama anak laki-laki itu Jun-ee dan wanita berambut coklat keemasan itu adalah ibu dari Jun-ee. Juga ada seorang lelaki yang berbaring tak sadarkan diri di dalam ruangan itu.

Wajahnya,wajahnya aku benar-benar tak ingat. Yang aku ingat, mereka memanggilnya 'Appa'.

"Kyu, gwaenchanha?" tanyanya.

Aku mengangguk pelan.

Pria itu, aku seperti mengenalnya. Namanya,

"Kyuhyun."

-To be continued-